Kamis, 24 Januari 2013

ENDOG ABANG | MAKNAI | KEHIDUPAN

"Untuk memaknai hidup dan kehidupan, belilah Endog Abang.... ".
Kata almarhum bapakku.



Ketika masuk di area perayaan Sekaten atau acara Grebeg-Grebeg Hari Raya akan kita temui beberapa ibu-ibu yang usianya lebih dari setengah baya menjual Endog Abang (Telur Merah). Endog Abang  ini berasal dari telur ayam biasa yang sudah direbus lalu diwarnai warna merah pada kulitnya. Endog Abang ini lalu ditusuk denga seruas potongan bambu dan dihias dengan kertas agar kelihatan cantik.



Ada perlambangan tiga hal di telur berwarna merah ini. Endog atau telur artinya adalah kehidupan. Warna merah adalah lambang dari kesejahteraan sedangkan ruas bambu yang menusuk memanjang adalah hubungan vertikal dengan Sang Pencipta kehidupan. Secara keseluruhan Endog Abang bisa dimaknai sebagai sibol kelahiran kembali untuk kesejahteraan di masa datang dengan tetap berpegang pada garis Sang Pencipta.



Selain memaknai hidup, menurut saya ketika kita membeli Endog Abang ini kita ikut melestarikan budaya Jawa yang unik dan luhur.

PASAR MALAM | IDENTIK | SEKATEN




SEKATEN sebetulnya berasal dari kata "Sekati" nama sebuah perangkat gamelan milik kerjaan Demak pada jaman Sunan Kali Jaga "Kyai Sekati" dipakai sebagai strategi untuk menarik masyarakat agar berbondong-bondong datang dan mendengarkan Syiar Islam. Gamelan Sekati ditabuh dengan nada nada khusus dan diselingi dengan dakwah-dakwah Islam. Gamelan biasanya ditempatkan di depan masjid Agung. Keluarnya gamelan ini dipilih pada hari kelahiran nabi Muhammad SAW untuk sekaligus merayakannya.



Dengan adanya tetabuhan yang menarik masyarakat untuk datang, maka sarana ini juga dipakai para pedagang untuk berjualandi sekitar pelataran masjid. Selain perdagangan juga banyak diisi hiburan dan permainan. Tradisi ini menjadi berlanjut setelah jaman kerajaan Demak. Pada saat Kesultanan Yogyakarta berdiri Sekaten menjadi even yang sangat besar dan berasa wajib dihadiri oleh seluruh rakyatnya bahkan dari pelosok-pelosok desa.





Suasana ini akhirnya berkembang menjadi tempat berkumpul rakyat untuk belanja dan mencari hiburan walaupun tanpa mengesampingkan syiar Islam yang dilakukan oleh para wali. Sampai saat ini menjadi sebuah pasar malam yang sangat meriah yang selalu disebut Pasar Malam Perayaan Sekaten. 


Saya merasakan makna sesungguhnya Sekaten dengan "melaras" bunyi-bunyi gamelan yang memang "khas"  sambil "menginang" atau menikmati Sega Gurih dan Endog Abang seakan mulai hilang. Masyarakat kota "Ngayogya" ketika mendengar kata "Sekaten" langsung berpikir sebuah pasar malam di dalam benaknya. 

Namun saya sangat "trenyuh" ketika melihat banyak keluarga dari masyarakat desa sangat berniat untuk menikmati gamelan sampai acara Grebeg tiba. 



Rabu, 23 Januari 2013

SEGA GURIH SEKATEN




Dalam prosesi upacara Perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW (SEKATEN) adalah mengumandangkan Gamelan Sekaten lalu diselingi dengan dakwah-dakwah mengenai Islam, ini semacam mengenang tradisi Para Wali ketika menyiarkan agama Islam di Jawa. Setiap "Miyos Gangsa" atau turunnya gamelan Sekaten ada kuliner khusus yang disajikan kepada para penglaras gamelan. Sega Gurih, sega adalah bahasa Jawa dari nasi dan gurih adalah rasa gurih. Nasi Gurih ini melalui proses memasak dengan rempah dan santan kelapa sehingga bersasa gurih. Sega Gurih disajikan dengan Telur Opor, potongan Telur Dadar, suwiran Opor Ayam, Areh (kuah santan kelapa kental), Sambal Kerecek lalu di taburi Kedelai Hitam, Kedelai putih, Kacang Tanah Goreng, Bubuk Kedelai, irisan kubis, Kemangi, Mentimun, Rese (udang kering goreng) dan Rambak kulit Sapi atau bisa di ganti Emping melinjo, Peyek teri lalu sambal goreng.... Sega Gurih ini merupakan simbol dari Keberkahan dan Kemakmuran. Sejak lahir di dunia ini, Semesta telah menyediakan kelimpahan untuk kehidupan manusia, tinggal manusianya bisa mengelola dengan baik atau tidak. Sega Gurih juga dipercaya memberikan berkat kesehatan dan awet muda bagi siapa saja yang menyantapnya saat datang di arena gamelan Sekaten. adanya Sega Gurih Sekaten ini hanyalah sepekan dalam setahun, selama Gamelan diturunkan untuk diperdengarkan sampai gamelan dibawa kembali masuk Keraton.