Kamis, 26 Juni 2014

Gili Labak | the most long journey in my life! |





Dari Jogja saya perlu waktu 9 jam sampai Krian (Sidoarjo) ini tidak bisanya karena macet + nyantai 2 jam di rumah brotherku Fitro lalu 6 jam sampai ujung Sumenep Kalianget dan menyeberang 3 jam diatas gelombang "GILA"!
Sungguh pengalaman seru! 




Kami bener bener sekelompok yang baru saling kenal, ada bermacam-macam sifat yang saya temui di sini, walaupun pada dasarnya kami bahagia di Pulau ini tetapi saya bisa melihat beberapa kegelisahan hati dari beberapa orang di kelompok ini... yang akhirnya kelanjutan pertemanan kami menjadi saling mengeluarkan curahan hati.


Pulau Gili Labak berada di sebelah tenggara Pulau Puteran atau Pulau Madura, masuk dalam wilayah desa Kombang Kecamatan Talango Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pulau kecil yang juga dikenal dengan pulau tikus ini, mempunyai luas 5 hektare, dan dihuni sekitar 35 kepala keluarga atau 100 jiwa lebih, yakni perempuan 58 orang dan laki-laki hanya 36 orang dan selebihnya masih usai sekolah.


Untuk sampai ke pulau tersebut, para pengunjung perlu menyeberang terlebih dahulu ke pulau Poteran Kecamatan Talango melalui pelabuhan Kalianget, Sumenep. Dari pelabuhan Kalianget, bisa naik kapal tongkang dengan jarak tempuh sekitar 20 menit, kemudian sesampainya di Kecamatan Talango, langsung menuju Desa Kombang dengan jarak tempuh sekitar 40 menit. Dari Desa Kombang, para penalayan sudah siap menyewakan perahu layar mesin anatar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Lalu, berlayar ke pulau Gili Labak dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam. 


Yang telah kami lakukan bertujuh belas adalah mempersingkat perjalanan dengan mencarter kapal langsung ke Nelayan dengan harga Rp. 500.000- Rp. 800.000 per kapal dan bisa ditempuh langsung selama 3 jam karena gelombang tinggi padahal seharusnya hanya 2 jam. 


Kamis, 12 Juni 2014

Alam, Spiritual dan Kuliner |kita sedang di sekitar Semarang|





Salam Ransel Pelangi!
Sesungguhnya perjalanan dalam libur bukan berarti hanya mencari kepuasan dalam kesenangan saja, namun bisa menjadi kebahagiaan saat kita dapat belajar apa saja dari yang kita temui .........




Berawal sarapan pagi di Muntilan. Sop Empal bu Haryoko yang sangat lezat itu letak warungnya di jalan sebelah Klentheng Muntilan.
Gak perlu menunggu lama, sop emal langsung tersaji di meja kami. Penyajian sop empal ini cukup sederhana, untuk empalnya terpisah dengan nasi yang diberi kuah sop dan bihun, sedikit kubis yang sudah direbus dan bawang goreng. Sekilas emang sederhana, ketika dicoba ternyata rasanya emang enak...seger...mantap. Untuk kuahnya sendiri cenderung gurih manis, ketika di tambahkan empal yang gurih dan manis jangan lupa sambalnya yaa, rasanya jadi luar biasa enaknya :) usut punya usut, rasa empal yang enak dan teksturnya yang empuk dikarenakan proses masaknya sehari sebelumnya, agar bumbunya meresap, bumbu dimasak dengan tungku berbahan bakar arang, baru setelahnya potongan daging digoreng dengan kompor yang biasa. Seporsi empal ini harganya 16k/porsinya... cukup mahal sih,, tapi terbayar koq dengan rasanya yang TOP deh :) Jangan lupa makan dengan kerupuk gendar/karak yang ada di toples di tiap meja, makin enak jadinya.






Sambil berenang di atas bukit kita bisa menikmati indahnya lukisan semesta yang membawa kita bersyukur atas kehidupan yang diberikanNya.


Kawasan wisata umbul Sidomukti merupakan salah satu Wisata Alam Pegunungan di Semarang, berada di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Kawasan wisata ini dengan didukung fasiltas & Servis: Outbond Training, Adrenalin Games, Taman Renang Alam, Camping Ground, Pondok Wisata, Pondok Lesehan, serta Meeting Room.


Ada empat buah kolam yang bertingkat dan dapat dipilih sesuai kedalaman yang diinginkan. Airnya sangat dingin, jernih dan menyegarkan. Selain itu ditambah pula dengan beberapa sarana olahraga menantang keberanian di sisi kolam.








Pagoda Watu Gong dengan menghormat pada Dewi Kwan In dan reclining Buddha memberi kesempatan kita untuk mengerti dharma,

Vihara Buddhagaya Watugong adalah sebuah Vihara yang diresmikan pada 2006 lalu dan dinyatakan MURI sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Vihara Buddhagaya Watugong terletak 45 menit dari pusat Kota Semarang. Vihara ini memiliki banyak bangunan dan berada di area yang luas.

Salah satu ikon yang paling terkenal di vihara ini adalah Pagoda Avalokitesvara (Metta Karuna), dimana didalamnya terdapat Buddha Rupang yang besar. Pagoda Avalokitesvara yang memiliki tinggi bangunan setinggi 45 meter dengan 7 tingkat, yang bermakna bahwa seorang pertapa akan mencapai kesucian dalam tingkat ketujuh.

Bagian dalam pagoda berbentuk segi delapan dengan ukuran 15 x 15 meter. Mulai tingkat kedua hingga keenam dipasang patung Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) yang menghadap empat penjuru angin. Hal ini bertujuan agar sang dewi memancarkan kasih sayangnya ke segala arah mata angin.

Pada tingkat ketujuh terdapat patung Amitaba, yakni guru besar para dewa dan manusia. Dibagian puncak pagoda terdapat Stupa untuk menyimpan relik (butir-butir mutiara) yang keluar dari Sang Buddha. Bagian depan pagoda juga terdapat patung Dewi Welas Asih serta Sang Buddha yang duduk dibawah pohon Bodi.

Di Komplek Vihara juga terdapat cotage untuk para tamu menginap. Tepat di depan cotage terdapat Bangunan Dhammasala. Bangunan ini terdiri dari dua lantai, lantai dasar digunakan untuk ruang aula serbaguna yang luas dengan sebuah panggung didepannya sedangkan lantai atas untuk ruang Dhammasala.

Pada bagian tembok pagar disekiling dhammasala terdapat relief yang menceritakan tentang paticasamupada. Dengan melihat relief ini kita akan lebih mudah memahami konsep paticasamupada

Semuanya bagian dalam komplek Vihara ditata dengan rapi dipadukan dengan keasrian lingkungannya serta ditambah dengan keindahan arsitektur Tiongkok menjadikan tempat ini relatif menyenangkan untuk berziarah serta beribadah maupun sekedar mampir untuk istirahat melepas lelah karena dalam perjalanan



Pasar malam Semawis memperlihatkan bagaimana keberagaman dan keakraban antar suku bangsa dan agama terjadi di sini,





, Toko tembakau mengingatkan betapa kuat bisnis kita saat itu,




situs Candi Gedong Songo menguji ksabaran ketaatan dan keseimbangan kita dengan mahluk hidup.... yang lainnya (maksudnya kerjasama dengan kuda yang kami tumpangi agar seimbang dan tidak jatuh hahahaha....)